اَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ عَلَيْهِ
الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلاَةُ فَاِنْ صَلُحَتْ صَلُحَ لَهُ سَائِرُ
عَمَلِهِ وَاِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ (رواه الطبراني)[1][1]
Hadis tersebut menunjukkan bahwa
ibadah sholat adalah ibadah yang sangat penting. Shalat merupakan
tiang agama. Shalat adalah titik sentral dasar curahan kebaikan serta lambang
hubungan yang kokoh antara Allah dan hamba-Nya. Jika shalatnya tidak baik, dalam arti kurang disadari dan
dihayati apa yang terkandung didalamnya, maka bisa menimbulkan pengaruh yang tidak baik pula. Dan sebaliknya kalau shalatnya itu
dikerjakan dengan baik, khusyuk, serta dengan tuma’ninah sebagaimana
yang dikehendaki dalam shalat itu sendiri, maka insya Allah akan membuahkan
perbuatan-perbuatan lain yang baik, bisa menjadikan pelakunya berbudi luhur,
jujur, konsekwen, dan sebagainya.[2][2]
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ أنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : صَلاةُ الْجَمَاعَةِ
اَفْضَلُ مِنْ صَلاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ دَرَجَةً. متفق عليه.[3][3]
Dalam sejarah
perkembangan islam yang telah terukir dengan indah, Rasulullah telah menekankan
betapa pentingnya arti kebersamaan. Nilai kebersamaan yang beliau ajarkan ini
tidak hanya berhasil mencetak orang-orang yang berada di samping beliau menjadi
masyarakat yang ideal, melainkan juga membuat lawan-lawanya bertekuk lutut
didepan ajaran beliau. Dengan menjalankan shalat berjamaah, seorang muslim
talah dilatih untuk senantiasa memiliki dan mempertahankan nilai kebersamaan
yang luhur tersebut.[4][4]
Kedisiplinan berasal dari kata
“disiplin” dibentuk kata benda, dengan awalan ke- dan akhiran –an, yaitu :
kedisiplinan, yang artinya suatu hal yang membuat manusia untuk melakukan
sesuatu yang berhubungan dengan kehendak-kehendak langsung, dorongan-dorongan
keinginan atau kepentingan-kepentingan kepada suatu cita-cita tujuan tertentu
untuk mencapai efek yang lebih besar.[5][5]
Sedangkan yang dimaksud kedisiplinan disini adalah kedisiplinan melaksanakan sholat jamaah dari perspektif fiqih dan tasawwuf yang dapat membentuk akhlakul karimah.
Sedangkan yang dimaksud kedisiplinan disini adalah kedisiplinan melaksanakan sholat jamaah dari perspektif fiqih dan tasawwuf yang dapat membentuk akhlakul karimah.
Shalat menurut bahasa adalah doa,
sedangkan menurut syariat sholat adalah ucapan atau perbuatan tertentu yang
diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam.[7][7]
Sholat mempunyai pengertian mengkonsentrasikan
akal pikiran kepada Allah untuk sujud kepada-Nya dan bersyukur serta meminta
pertolongan kepadanya atau berarti doa.[8][8]
Shalat menempati rukun kedua setelah
membaca kedua kalimat syahadat, serta menjadi lambang hubungan yang kokoh antara
Allah dan hamba-Nya.[9][9]
Allah mewajibkan kita mengerjakan
shalat sebanyak lima kali dalam sehari. Akan tetapi setiap pelaksanaan dan
praktik mengenai shalat berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Ada yang
yang mengikuti aturan yang sudah diperintahkan oleh Rasulullah Saw., namun ada
juga yang tidak mengikuti aturan nabi.[10][10]
Shalat jamaah adalah suatu ikatan
pertalian yang terdiri dari imam dan ma’mum walaupun satu. Shalat jamaah
merupakan kekhususan untuk umat sekarang ini.[11][11] Jadi umat sebelum nabi Muhammad tidak
disyariatkan adanya jamaah.
Menurut Muhammad bin Qosim dan Imam
Rafi’i dalam kitab Fathul Qorib, hukum shalat berjamaah bagi laki-laki adalah
sunnah mu’akkad. Sedangkan menurut Imam Nawawi shalat jamaah adalah fardu
kifayah.[12][12]
Dalam kitab i’anatuttholibin Imam Abi
Bakar Utsman Syato’ menukil pendapatnya Imam Al Manawi berkata bahwa hikmah
disyariatkannya jama’ah adalah terselenggaranya rangkaian kerukunan diantara
orang-orang yang sholat, karena itu disyariatkan dilaksanakan di masjid supaya
bisa saling bertemu antar tetangga di waktu-waktu sholat.[13][13] Melaksanakan shalat lima waktu dengan
berjamaah termasuk ibadah termulia dan cara terbaik untuk mendekatkan diri
kepada Allah.[14][14] Kesempatan
saling bertemu di masjid itulah sebagai langkah awal membangun kebersamaan
dalam segala bidang, sehingga dalam diri mereka dan lingkungan masyarakat
setempat terpancar siraman ruhani yang dapat membentuk akhlakul karimah.
Akhlakul karimah berasal dari dua kata
yakni akhlak dan karimah. akhlak berarti budi pekerti, tingkah laku,
perangai, sedangkan karimah berarti kemuliaan, kedermawanan, murah hati,
dermawan.[15][15] Selanjutnya
Partanto dan Al Barry mendefinisikan akhlakul karimah sebagai akhlak mulia
(agung atau luhur).[16][16] Akhlak
pada dasarnya adalah sikap yang melekat pada diri seseorang secara spontan
diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Maka dengan demikian, akhlakul
karimah dalam penelitian ini adalah sikap positif yang melekat pada diri
seseorang yang diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan yang merupakan
manifestasi keimanan dan keislamannya.
Penelitian ini mengggunakan pendekatan kualitatif yakni penelitian yang
menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis
statistik atau cara kuantitatif lainnya.[17][17]
Jenis
penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan atau library research
(kepustakaan)[18][18], yaitu jenis
penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan
macam - macam materi yang terdapat di ruang kepustakaan, misalnya : buku,
majalah, naskah, catatan, dan lain - lain yang berhubungan dengan judul
tersebut.
Sumber primer yaitu hasil-hasil penelitian atau
tulisan-tulisan karya peneliti atau teoritisi yang orisinil[19][19]. Dalam hal ini yang menjadi sumber data primer adalah Kitab
Fathul Mu’in tentang Shalat Jamaah.
Sumber data
sekunder yaitu sumber data yang diambil atau didapat dari sumber kedua, tidak
langsung diselidiki.[20][20] Sumber data sekunder dijadikan sebagai sumber data yang dapat digunakan
untuk sarana pendukung dalam memahami masalah yang akan diteliti. Adapun yang
dijadikan sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku dan kitab - kitab salaf yang relevan dengan
judul.
Metode
pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk
mengumpulkan data.[21][21] Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan library research yaitu
mencari data dengan cara melakukan penelusuran terhadap buku-buku, sejumlah
tulisan perpustakaan, dan menelaahnya.
a.
Analisis
deskriptif, yaitu bertujuan memberikan predikat kepada variabel yang diteliti
susuai dengan tolok ukur yang sudah ditentukan.[22][22]
Analisis ini hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan
menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah dipahami dan
disimpulkan.
b.
Analisis
deduktif, yaitu berpikir dari suatu pengetahuan yang sifatnya umum dan bertitik
tolak dari pengetahuan umum itu kita kehendaki meneliti kejadian khusus.[23][23] Metode ini
digunakan dalam pembahasan yang bersifat teoritis, yaitu untuk menganalisa
buku-buku literatur yang ada guna memberikan penjelasan dan permasalahan yang
secara garis besar kemudian dijelaskan lebih rinci sehingga akan mudah
dipahami.
c.
Analisis
Induksi, yaitu suatu metode yang mempelajari kaidah-kaidah atau data yang
bersifat khusus kekmudian mengadakan analisa untuk mengambil kesimpulan yang
bersifat umum.[24][24]
d.
Analisis isi,
atau seringkali disebut analisis dokumen, adalah telaah sistematis atas
catatan-catatan atau dokumen-dokumen sebagai sumber data[25][25]
0 komentar "KEDISIPLINAN SHALAT BERJAMA’AH DALAM MEMBENTUK AKHLAKUL KARIMAH ", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar