TIPS - TRIK PERKEMBANGAN PERILAKU ANAK USIA 12 - 15 TAHUN

Ditulis oleh: -
PERKEMBANGAN , PERILAKU ANAK USIA 12 - 15 TAHUN


1.    Kategori Anak Usia 12 – 15 Tahun


Pengkategorian anak menurut usia dapat dilihat dari berbagai aspek, tergantung urgensinya. Dilihat dari periodisasi pertumbuhan dan perkembangan manusia, Elizabeth B. Hurlock (Galih Rosy, 2007) memberikan kategori sebagai berikut :
Prenatal : Saat konsepsi sampai lahir
Masa Neonatus : lahir sampai akhir minggu kedua setelah lahir
Masa Bayi : Akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua
Masa kanak-kanak awal : 2 tahun sampai 6 tahun
Masa kanak-kanak akhir : 6 sampai 10/11 tahun
Pubertas : 10/12 sampai 13/14 tahun
Masa Remaja Awal : 13/14 – 17 tahun
Masa Remaja Akhir : 17 – 21 tahun
Masa Dewasa Awal : 21 – 40 Tahun
Masa Setengah Baya : 40 – 60 tahun
Masa Tua : 60 – meninggal dunia

Dengan demikian kategori anak usia 12 – 15 tahun berada dalam masa  pubertas hingga masuk masa remaja awal.

Kemudian secara biologis Prof. Dr. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad (Galih Rosy, 2007) membagi periodisasi perkembangan manusia sebagai berikut :
0-1 tahun = masa bayi
1-6 tahun = masa prasekolah
6-10 tahun = masa sekolah
10-20 tahun = masa pubertas
40-65 tahun = masa setengah umur (prasenium)
65 tahun keatas = masa lanjut usia ( senium)

Dengan demikian secara biologis kategoti anak usia 12 – 15 tahun berada dalam masa pubertas (10 – 20 tahun).
Dilihat dari aspek pendidikan, pada Data Statistik Indonesia (Gunawan, 2006) diperoleh kategori usia berdasarkan jenjang pendidikan yang penulis modifikasi sebagai berikut :
No.
Jenjang Pendidikan
Kelompok Usia
1.
Pra sekolah
0 – 6 tahun
2.
Sekolah Dasar
7 – 12 tahun
3.
SMP
13 – 15 tahun
4.
SMU
16 – 19 tahun
5.
Perguruan Tinggi
19 tahun ke atas

Berdasarkan uraian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa kategori anak usia 13 – 15 tahun termasuk dalam masa remaja, masa pubertas dan masa sekolah pada jenjang Sekolah Menengah Pertama.

2.    Karakteristik Anak Usia 12 – 15 Tahun

Sebagaimana telah dikemukakan kita maklumi bahwa kategori anak usia 12 – 15 tahun sudah termasuk dalam kategori masa remaja dimana mereka juga merupakan masa sekolah pada jenjang SMP. Masa remaja merupakan suatu periode dalam kehidupan setiap manusia dengan karakteristik yang khas.
Pada abad ke-20, Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall pernah menyatakan bahwa masa remaja adalah masa yang indah, namun juga merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) serta penuh dengan permasalahan.
Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1988). Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.
Istilah remaja bisa dilihat dari empat sisi: fisik, mental, sosial budaya, dan ekonomi. Secara fisik, remaja telah mengalami pubertas dimana seluruh organ reproduksinya sudah matang. Secara mental, remaja sering dianggap belum memiliki mental yang stabil. Hal ini dicirikan dengan praktek pencarian identitas dan hal-hal baru yang menarik perhatian mereka. Secara sosial, mereka tidak mau lagi sangat bergantung kepada keluarga. Akan tetapi secara ekonomi, kebanyakan remaja masih bergantung kepada orang tua. (WHO, dalam Sarwono, 2000)
Gunarsa (dalam Adib Asrori, 2009) telah merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:

a.    Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
b.    Ketidakstabilan emosi.
c.    Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
d.   Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
e.    Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.
f.     Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
g.    Senang bereksperimentasi.
h.    Senang bereksplorasi.
i.      Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
j.      Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.

Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan, 2006).

Bila aktivitas-aktivitas yang dijalani di sekolah (pada umumnya masa remaja lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah) tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka remaja seringkali meluapkan kelebihan energinya ke arah yang tidak positif, misalnya tawuran. Hal ini menunjukkan betapa besar gejolak emosi yang ada dalam diri remaja bila berinteraksi dalam lingkungannya

Masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebaya dan dalam rangka menghindari hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain,  remaja hendaknya memahami dan memiliki apa yang disebut kecerdasan emosional.
Kecerdasan emosional ini terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana remaja  mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif. 
Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah  seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan atau sesama jenis.  Padahal pada amasa remaja informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali.
Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat  remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri (Handbook of Adolecent psychology, 1980).
Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar remaja kita tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut.
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka.
Para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya.  Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.

Salah satu topik yang paling sering dipertanyakan oleh individu pada masa remaja adalah masalah "Siapakah Saya?" Pertanyaan itu sah dan normal adanya karena pada masa ini kesadaran diri (self-awareness) mereka sudah mulai berkembang dan mengalami banyak sekali perubahan.
Remaja mulai merasakan bahwa “ia bisa berbeda” dengan orangtuanya dan memang ada remaja yang ingin mencoba berbeda.  Inipun hal yang normal karena remaja dihadapkan pada banyak pilihan. Karenanya, tidaklah mengherankan bila remaja selalu berubah dan ingin selalu mencoba – baik dalam peran sosial maupun dalam perbuatan.
Contoh: anak seorang insinyur bisa saja ingin menjadi seorang dokter karena tidak mau melanjutkan atau mengikuti jejak ayahnya. Ia akan mencari idola seorang dokter yang sukses dan berusaha menyerupainya dalam tingkahlaku.
Bila ia merasakan peran itu tidak sesuai, remaja akan dengan cepat mengganti peran lain yang dirasakannya “akan lebih sesuai”. Begitu seterusnya sampai ia menemukan peran yang ia rasakan “sangat pas” dengan dirinya. Proses “mencoba peran” ini merupakan proses pembentukan jati-diri yang sehat dan juga sangat normal.
Tujuannya sangat sederhana; ia ingin menemukan jati-diri atau identitasnya sendiri. Ia tidak mau hanya menurut begitu saja keingingan orangtuanya tanpa pemikiran yang lebih jauh.

3.    Perkembangan Perilaku Anak Usia 12 – 15 Tahun

Setiap makhluk hidup, termasuk manusia secara normal akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan selama masa hidupnya. Pertumbuhan adalah proses perubahan fisiologis pada diri seseorang. Oleh karena itu proses pertumbuhan bersifat konkrit dan kuantitatif.
Selain mengalami pertumbuhan, setiap makhluk hidup termasuk manusia juga mengalami perkembangan. Menurut Drs. Tadjad (1994 : 19) bahwa, “Perkembangan adalah perubahan dan pertambahan yang bersifat kualitatif dari setiap fungsi-fungsi kejiwaan dan kepribadian”. Dengan demikian perkembangan merupakan proses perubahan psikologis yang bersifat kualitatif pada diri seseorang.
Proses pertumbuhan dan perkembangan senantiasa berlangsung secara simultan pada diri setiap menuju suatu kepribadian yang utuh. Proses tersebut terus berjalan dalam kehidupan setiap orang sesuai masa dan tugas perkembangannya.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa usia 12 – 15 tahun merupakan masa pubertas atau masa remaja awal. Dalam masa ini si anak akan mengalami perkembangan yang berbeda dari masa-masa sebelumnya.
Pada masa usia 12 – 15 tahun akan muncul adanya perubahan perilaku sesuai dengan tugas perkembangan dan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Masalah perkembangan perilaku ini dapat dijelaskan secara psikologis melalui lima pendekatan (Wikipedia Psikologi, 2009), yaitu :
a.    Pendekatan neurobiologis
Tingkah laku manusia pada dasarnya dikendalikan oleh aktivitas otak dan sistem syaraf. Pendekatan neurobiologis berupaya mengaitkan perilaku yang terlihat dengan impuls listrik dan kimia yang terjadi didalam tubuh serta menentukan proses neurobiologi yang mendasari perilaku dan proses mental.
b.    Pendekatan perilaku
Menurut pendekatan perilaku, pada dasarnya tingkah laku adalah respon atas stimulus yang datang. Secara sederhana dapat digambarkan dalam model S - R atau suatu kaitan Stimulus - Respon. Ini berarti tingkah laku itu seperti reflek tanpa kerja mental sama sekali. Pendekatan ini dipelopori oleh J.B. Watson kemudian dikembangkan oleh banyak ahli, seperti B.F.Skinner, dan melahirkan banyak sub-aliran.
c.    Pendekatan kognitif
Pendekatan kognitif menekankan bahwa tingkah laku adalah proses mental, dimana individu (organisme) aktif dalam menangkap, menilai, membandingkan, dan menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi. Individu menerima stimulus lalu melakukan proses mental sebelum memberikan reaksi atas stimulus yang datang.
d.   Pendekatan psikoanalisa
Pendekatan psikoanalisa dikembangkan oleh Sigmund Freud. Ia meyakini bahwa kehidupan individu sebagian besar dikuasai oleh alam bawah sadar. Sehingga tingkah laku banyak didasari oleh hal-hal yang tidak disadari, seperti keinginan, impuls, atau dorongan. Keinginan atau dorongan yang ditekan akan tetap hidup dalam alam bawah sadar dan sewaktu-waktu akan menuntut untuk dipuaskan.
e.    Pendekatan fenomenologi
Pendekatan fenomenologi ini lebih memperhatikan pada pengalaman subyektif individu karena itu tingkah laku sangat dipengaruhi oleh pandangan individu terhadap diri dan dunianya, konsep tentang dirinya, harga dirinya dan segala hal yang menyangkut kesadaran atau aktualisasi dirinya. Ini berarti melihat tingkah laku seseorang selalu dikaitkan dengan fenomena tentang dirinya.
Sehubungan dengan perkembangan perilaku remaja (usia 13 – 15 tahun) ini, Akhmad Sudrajat (2008) telah mengutip pendapat Abin Syamsuddin Makmun (2003) yang telah memerinci karakteristik perilaku dan pribadi pada masa remaja awal (11-3 s.d. 14-15 tahun) yang meliputi aspek fisik, psikomotor, bahasa, kognitif, sosial, moralitas, keagamaan, konatif, emosi afektif dan kepribadian, yang penulis rangkum sebagai berikut :
a.    Fisik
1)   Laju perkembangan secara umum berlangsung pesat.
2)   Proporsi ukuran tinggi dan berat badan sering- kali kurang seimbang.
3)   Munculnya ciri-ciri sekunder (tumbul bulu pada pubic region, otot mengembang pada bagian – bagian tertentu), disertai mulai aktifnya sekresi kelenjar jenis kelamin (menstruasi pada wanita dan day dreaming pada laki-laki.
b.    Psikomotor
1)   Gerak – gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan.
2)   Aktif dalam berbagai jenis cabang permainan.
c.    Bahasa
1)   Berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik mempelajari bahasa asing.
2)   Menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung segi erotik, fantastik dan estetik.
d.   Perilaku kognitif
1)   Proses berfikir sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi, diferen-siasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak, meskipun relatif terbatas.
2)   Kecakapan dasar intelektual menjalani laju perkembangan yang terpesat.
3)   Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menujukkan kecenderungan-kecende- rungan yang lebih jelas.
e.    Perilaku sosial
1)   Diawali dengan kecenderungan ambivalensi keinginan menyendiri dan keinginan bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat temporer.
2)   Adanya kebergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi.
f.       Moralitas
1)   Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua.
2)   Dengan sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya.
3)   Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya.
g.    Perilaku keagamaan
1)   Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai dipertanyakan secara kritis dan skeptis.
2)   Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya.
3)   Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup.
h.    Konatif, emosi, afektif dan kepribadian
1)   Lima kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri dan aktualisasi diri) mulai menunjukkan arah kecenderungannya.
2)   Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih labil dan belum terkendali seperti pernya-taan marah, gembira atau kesedihannya masih dapat berubah-ubah dan silih berganti dalam yang cepat.
3)   Kecenderungan-kecenderungan arah sikap nilai mulai tampak (teoritis, ekonomis, estetis, sosial, politis, dan religius), meski masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba.
4)   Merupakan masa kritis dalam rangka meng-hadapi krisis identitasnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psiko-sosialnya, yang akan membentuk kepribadiannnya.

4.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Anak Usia 12 – 15 Tahun

Anak usia 12 – 15 tahun tengan berada dalam masa peralihan, yaitu dari masa anak-anak menuju masa remaja awal. Mereka mengalami berbagai perubahan baik dalam dirinya sendiri maupun unsur luar yang berhubungan dengan perkembangan dirinya.
Oleh karena itu terdapat beberapa faktor yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan perilaku remaja. Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa yang disebut dengan pengaruh adalah “Daya yang ada atau timbul dari sesuatu yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang” (Nintiyas Utari, 2009).
Secara garis besar ada dua faktor yang memperngaruhi perkembagan perilaku remaja, yaitu :
a.    Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri anak, yang berasal dari keturunan dan pembawaan.
b.    Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri anak, yang berasal dari pengalaman dan interaksinya dengan lingkungan.
Kedua faktor tersebut tidak akan banyak mempengaruhi perkembangan perilaku remaja, baik secara terpisah maupun secara bersamaan. Dengan demikian, baik buruknya kedua faktor tersebut akan menentukan kualitas perkembangan perilaku remaja.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi perkembangan perilaku remaja menurut Kartini Kartono (1995 : 18) antara lain:
a.    Faktor herediter (warisan sejak lahir, bawaan).
b.    Faktor lingkungan, yang menguntungkan atau yang merugikan.
c.    Kematangan fungsi-fungsi organis dan fungsi-fungsi psikis.
d.   Aktivitas anak sebagai subyek bebas yang berkemauan, kemampuan sosial, bisa menolak atau menyetujui, punya emosi, serta usaha membangun diri sendiri.

 Dari berbagai hasil penelitian diperoleh data dan informasi tentang adanya berbagai faktor yang berbeda yang mempengaruhi berbagai aspek perilaku remaja. Namun demikian menurut berbagai penelitian ternyata faktor lingkungan merupakan faktor yang berpengaruh sangat dominan terhadap perilaku remaja, baik secara positif maupun negatif.
Conger (dalam Joehary, 2008) menjelaskan bahwa :
Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya.

Lingkungan merupakan wadah atau sarana bagi remaja untuk memperluas sosialisasinya. Dalam masa ini seorang remaja tidak lagi terbatas pada pergaulangan di lingkungan keluarga, tetapi lingkungan dunia luar lebih menjadi prioritas pergaulannya. Oleh karena itu lingkungan pergaulan dengan teman sebayanya menjadi lebih dominan dalam mempengaruhi sikap perilakunya.
Namun demikian, kita tidak bisa menyimpulkannya secara mutlak bahwa perilaku remaja hanya dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan teman sebayanya. Pada dasarnya semua faktor, baik internal maupun eksternal, mempunyai andil dalam mempengaruhi perilaku remaja.
Faktor-faktor tersebut akan senantiasa mempengaruhi berbagai aspek perilaku remaja, baik secara independen maupun secara simultan, baik bersifat positif maupun negatif. Dengan kadar dan kualitasnya faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi berbagai aspek perilaku remaja, baik fisik, pikomotor, bahasa, kognitif, sosial, moralitas, keagamaan, konatif, emosi dan kepribadiannya.

5.    Realitas Perilaku Anak Usia 12 – 15 Tahun Dewasa ini.

Anak usia 12 – 15 tahun merupakan manusia biasa yang sudah pasti memiliki realitas kehidupan yang sama dengan manusia pada umumnya. Terlebih lagi mereka ada dalam masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Oleh karena itu ralitas perilakunya sering menjadi bahan penelitian yang menarik.
Terlepas dari kadar dan variasinya, yang jelas sebagai manusia biasa realitas perilaku remaja bisa kita kategorikan menjadi dua, yakni ada realitas yang bersifat positif dan ada juga yang negatif. Positif dan negatifnya perilaku remaja merupakan akibat dari faktor-faktor penyebab yang mempengaruhinya.
Melalui berbagai pengamatan kita sehari-hari maupun melalui berbagai sumber media massa, kita tidak bisa menutup mata tentang munculnya berbagai realitas kehidupan remaja yang negatif. Realitas perilaku remaja yang negatif ini berkaitan dengan berbagai aspek perkembangannya dan menunjukkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Kenakalan anak-anak dan remaja juga akhir-akhir mulai mengkuatirkan. Keadaan ini dapat terlihat dari prilaku bolos diwaktu sekolah, tawuran antar pelajar, seks bebas, narkoba dan lainnya. Perilaku 'nakal' remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal).
Faktor internal berupa krisis identitas : perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan remaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
Berikutnya kontrol diri yang lemah dimana remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku 'nakal'. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
Faktor Eksternal berupa: Keluarga : Perceraian orangtua; Tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja; Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak; Tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja. Berikutnya Teman sebaya yang kurang baik dan Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.
Dari problematika yang ada pada remaja, diperlukan penyadaran pada remaja tentang makna hidup yang sesungguhnya. Keterlibatan semua lapisan masyarakat sangat diperlukan, agar generasi muda kita tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif.
Namun demikian, dari beberapa penelitian diperoleh beberapa contoh sikap perilaku remaja yang positif, sebagaimana dikemukakan oleh Sutji Martiningsih Wibowo (1995 : 2) sebagai beirkut :
                                  (1)     Menunjukkan bahwa dia memiliki kompetensi-kompetensi (misalnya kompetensi kognitif, ditampilkan dalam kemampuan mengambil keputusan yang tepat, memiliki kompetensi sosial, ditampilkan dalam bentuk mampu menyelesaikan konflik sosial, memiliki kompetensi akademik, ditampilkan dalam bentuk pencapaian prestasi akademik yang cenderung/ selalu tinggi, atau memiliki kompetensi vokasional, ditampilkan dalam bentuk membina kebiasaan kerja yang baik.)
                                  (2)     Menunjukkan bahwa dirinya berharga dan menunjukkan keyakinan bahwa dirinya mampu.
                                  (3)     Menunjukkan kemampuan membina relasi dengan baik, misalnya mampu membina relasi dengan anggota keluarga, dengan guru, dengan orang dewasa lain, dengan sebaya dan dengan lingkungan masyarakatnya.
                                  (4)     Melakukan tindakan-tindakan yang menunjukkan bahwa ia memahami dan peduli pada orang lain serta peduli dengan lingkungan.
                                  (5)     Menghargai aturan-aturan yang berlaku dan bertindak penuh tanggung jawab.

Realitas sikap perilaku remaja yang positif seperti contoh di atas menunjukkan adanya dukungan yang positif dari faktor internal dan ekternal yang mempengaruhinya. Dalam hal ini faktor lingkungan tetap memberikan pengaruh yang lebih dominan. Oleh karena itu penataan fungsi lingkungan yang konstruktif perlu menjadi pusat perhatian bagi pembinaan remaja.
 



DAFTAR PUSTAKA

Anam, S. (2008), Anak, Pendidikan.Com, 28 November 2009, [29 November 2009].
Arikunto, S. (1993), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta.
Departemen Agama RI, (1992), Al Qur’an Dan Terjemahnya, Jakarta : Intermassa.
Forum PAUD Kab. Bekasi, “Kerangka Dasar Kurikulum Pendidikan Usia Dini”, Website: http://www.komunitaspers.blog.dada.net/, [25 November 2009].
Handoko, D. Et al. (2008), Ketika Musim PAUD Nonformal Bersemi, Pena Pendidikan.Com, [27 November 2009].
Harianti, D, (2007), Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum PAUD, Jakarta : Depdiknas Balitbang Pusat Kueikulum.
Iskandarsyah, A. (2006), Remaja dan Permasalahannya, Perspektif psikologi terhadap permasalahan remaja dalam bidang pendidikan (Makalah),   Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran.
Jurnal Kajian Pendidikan Agama Islam – Ta’lim Vol. 6 No. 1 – 2008, Bandung : Jurusan MKDU FPIPS UPI Bandung.
Latifah, M. (2008), Karakteristik Remaja, Child Development Copyright © 2009 All Rights Reserved. Hosted by Edublogs, [29 November 2009].
Mataharieducare, (2009), Definisi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menurut Wikipedia, http://id.wikipedia.org. [25 November 2009].
Mohammad Ali, (1992), Strategi Penelitian Pendidikan, Bandung : Angkasa.
Nana Sudjana, (1991), Teori-Teori Belajar Untuk Pengajaran, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
Purwanto, M. Ngalim, (1998), Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Qodi Azizi, A. (2003), Pendidikan Agama untuk Membangun Etika Sosial,  Semarang : Aneka Ilmu.
Rahael, R., Drs., M.Kes, (1999), Pendidikan seks bagi remaja dalam keluarga pada masyarakat adat Sentani di Kehiran Desa Yoboi Kecamatan Sentani Kabupaten Jayapura, ITB Central Library, [29 November 2009].
Slameto, (1991), Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta : Rineka Cipta.
Sudrajat, A. (2008), Problema Masa Remaja, Copyright © 2007-2009 Akhmad Sudrajat : Lets Talk About Educatiom, [29 November 2009].
Surakhmad, W. (1990), Pengantar Penelitian Ilmiah (Dasar Metode Teknik), Bandung : Tarsito.
Tim Dosen PAI UPI Bandung, (2008), Islam Tuntutan dan Pedoman Hidup,  Bandung : Value Press.
Yahdillah, (2007), Problematika Remaja, Wisma Sadar Narkoba - is proudly powered by WordPress,  2007, [29 Desember 2009].
Ya’qub, H. (1993), Etika Islam, Pembinaan akhlakul karimah,  Bandung : Diponegoro.        

SUMBER: Oleh: Jajang Sulaeman S.Pd.


0 komentar "TIPS - TRIK PERKEMBANGAN PERILAKU ANAK USIA 12 - 15 TAHUN", Baca atau Masukkan Komentar

Posting Komentar