® Drs. Soleh Amini Yahman. MSI Fakultas
Psikologi UMS
® Drs. Soleh Amini Yahman. MSI Fakultas
Psikologi UMS
|
A. PENDAHULUAN
Kenakalan
remaja yang terjadi pada akhir penghujung abad 20 sekarang ini tidak lagi
dikatkan nakal sekedar “nakal” sebagaimana lazimnya nakalnya anak muda era tahun 70 – 80 an yang semestinya hanya
mengundang senyuman atau geleng-geleng kepala. Secara kualitatif kenakalan
remaja jaman sekarang sudah bergeser
dari “sekedar nakal menjadi tindakan yang menjurus atau bahkan sudah
digolongkan sebagai tindakan kriminal. Tentu saja kenakalan yang demikian
tersebut tidak lagi mungundang senyum atau sekedar geleng-geleng kepala, tapi
membuat orang jadi jengkel dan marah ! Kenakalan remaja telah bergeser kepada
bentuk-bentuk kriminal remaja yang sangat merisaukan dan mengancam taraf
keselamatan dan ketentraman hidup masyarakat.
Kalau dahulu kenakalan remaja (misalnya
perkelahian) hanya _ dimaksudkan untuk sekedar mendapatkan pengakuan atas
“kejagoaannya” dan berkelahi dengan tangan kosong, maka sekarang ini telah
mulai menggunakan senjata tajam, potongan besi, parang, clurit, panah bahkan
senjata api , yang kesemuanya itu bukan untuk sekedar melukai, tapi untuk
membunuh dan melenyapkan
‘musuh-musuhnya’ Kengerian masyarakat terhadap menggilanya kenakalan/kriminal
remaja dapat kita tengok melalu kasus-kasus yang baru saja terjadi di kota
pelajar “yogyakarta” dimana seorang pelajar SMU tewas sia-sia ditangan siswa
SMK lain dengan senjata pembunuh berupa panah, selain juga kasus-kasus lain yang tejadi di kota besar (Semarang,
Jakarta, Surabaya) . Misalnya bagaimna sekelompok remaja di Jakarta beberapa bulan
lalu ‘merampok Bus Kota dan merampas
harta benda milik penumpangnya. Bahkan bukan skedar itu, bila penumpang menolak
menyerahkan hartanya, mereka tidak-segan-segan melukai secara sadis dan tak
berperikemnausiaan, dan itu dilakukan oleh remaja yang kebetulan berstatus
sebagai pelajar.! Untuk itu guna
memahami dinamika kehidupan psikologis seorang remaja tulisan/uraian berikut di
bawah ini dapat dijadikan bacaan awal untuk memahami perilaku dan kehidupan
psikologis remaja.
Membicarakan remaja memang selalu menarik. Mengapa?
karena dinamika/ritme kehidupan individu di usia remaja memang sangat variatif,
cenderung unstabil, bergejolak, dan penuh tantangan. Dengan kondisi seperti
ini, bagaimana cara orangtua/pendidik bisa mengadakan pendekatan pada remaja,
memang perlu pengenalan yang lebih mendalam tentang mereka. Artinya,
orangtua/pendidik perlu berusaha untuk memahami tentang siapa dan bagaimana
remaja itu.
Agar orangtua/pendidik mampu
mengadakan pendekatan se-cara efektif pada remaja dibutuhkan pemahaman tentang
bagaimana proses perkembangan remaja, serta bagaimana orangtua/ pendidik harus
mensikapinya. Untuk itu terlebih dahulu orangtua/pendidik perlu mengetahui
prinsip-prinsip perkembangan. Gambaran mengenai pola perkembangan yang tepat
merupakan dasar untuk mampu memahami remaja, sehingga proses pendidikan yang
akan diberikan dapat mengenai sasaran secara efektif.
Menurut para ahli psikologi
perkembangan bila orangtua memahami tentang prinsip-prinsip perkembangan, maka
diharapkan mereka akan: 1) mengetahui apa yang diharapkan dari remaja, dalam
arti pada usia berapa kira-kira akan muncul berbagai perilaku khas, dan kapan
pola-pola perilaku tersebut akan digantikan oleh pola perilaku yang lebih
matang. 2) da-pat membantu proses penyesuaian diri remaja secara tepat, dan 3)
mengetahui pola normal perkembangan, sehingga memungkinkan orangtua membantu
remaja untuk mempersiapkan diri ketika proses perkembangan tersebut akan
dialami.
B. PRINSIP-PRINSIP
PERKEMBANGAN
Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa
untuk memahami tentang bagaimana proses perkembangan individu di usia remaja
berlangsung, perlu diketahui terlebih dahulu tentang prinsip-prinsip
perkembangan. Mengapa demikian? Karena gambaran mengenai pola perkembangan yang
tepat merupakan dasar untuk memahami individu secara lebih baik. Selain itu
juga perlu dipelajari tentang apa yang menyebabkan adanya variasi dalam
perkembangan, sehingga pemahaman terhadap anak remaja dapat lebih bersifat
personal (Hurlock, 1991).
Adapun yang termasuk ke dalam
prinsip-prinsip perkembangan adalah (Hurlock, 1990):
1. Perkembangan
Mengandung Arti Perubahan
Perkembangan berkaitan
dengan perubahan kualitatif dan kuantitatif. Artinya adalah perubahan tersebut
terjadi secara progresif, teratur dan koheren (maju terarah, serta ada hubungan
yang nyata antara perubahan yang sedang terjadi dengan yang telah mendahului
dan yang akan mengikuti) (Neugarten, dikutip Hurlock, 1991; dan Monks, dkk.,
1999). Menurut Maslow (dalam Hurlock, 1991) tujuan dari perubahan adalah untuk
self-actualization (aktualisasi diri), yaitu upaya untuk menjadi orang terbaik
secara fisik dan mental.
2. Perkembangan
Merupakan Hasil Proses Kematangan & Belajar
Yang dimaksud
kematangan adalah karakteristik yang secara potensial telah "dibawa"
individu yang bersangkutan, misalnya: kecerdasan, bakat, minat, dsb.
(M"nks, dkk, 1999).
Adapun
arti belajar dalam konteks ini adalah perkem-bangan yang berasal dari adanya
latihan dan usaha. Melalui belajar anak memperoleh kesempatan untuk menggali
kemampuan (potensi) yang telah dimiliki, agar dapat teraktualisasikan secara
optimal (Mussen, et.al, 1989).
3.
Pola Perkembangan Mempunyai Karakteristik Tertentu
Dari penelitian-penelitian di bidang psikologi
perkembangan terbukti ada beberapa karakteristik tertentu yang da-pat
diramalkan. Semua anak akan mengikuti pola perkembangan yang sama dari satu
tahap menuju tahap berikutnya, misalnya: bayi baru dapat berjalan apabila
sebelumnya sudah mampu duduk dan berdiri. Begitu juga pada anak puber, mereka
akan mulai tertarik pada lawan jenis sesudah mengalami kematangan seksual.
4. Terdapat Individual
Differences Dalam Perkembangan
Meskipun pola perkembangan akan
berlangsung sama bagi semua individu,
namun setiap anak akan mengikuti pola dengan cara dan kecepatannya sendiri.
Artinya, ada beberapa anak yang berkembang dengan lancar, bertahap, dan langkah
demi langkah, dan ada pula anak-anak lain yang berkembang dengan kecepatan
lebih tinggi atau lebih rendah. Selain itu ada anak-anak lain yang mengalami penyimpangan dalam proses
perkembangannya, sehingga tidak semua anak dapat mencapai titik perkembangan
yang sama pada usia yang juga sama.
5. Bahaya-bahaya
Potensial dalam Perkembangan
Meski pun pola perkembangan bergerak
secara normal, namun pada setiap fase kadang-kadang terdapat situasi yang
membahayakan dan dapat mengganggu proses perkembangan yang tengah berlangsung.
Beberapa situasi yang membahayakan
ini dapat berasal dari lingkungan maupun dari dalam diri individu sendiri.
Kondisi ini dapat mempengaruhi usaha-usaha penyesuaian fisik, psikologis, dan
sosial yang dilakukan seorang anak. Hal ini juga dapat mengakibatkan terjadinya
kemunduran perkembangan ke tahap yang lebih rendah. Bila ini terjadi, maka
penyesuaian anak akan mengalami gangguan.
C. RENTANG USIA REMAJA
Witherington (dalam Sulaeman, 1995)
membagi masa remaja menjadi dua fase, yaitu masa remaja awal (puber), yang
berkisar antara 12-15 tahun, dan masa remaja akhir (late adolescence), 15-18
tahun. Sedangkan Gilmer (Sulaeman, 1995) mengelompokkannya ke dalam tiga fase,
yaitu:
- masa pra remaja
(puber) :
10-13 tahun
- masa remaja : 13-17 tahun
- masa remaja
akhir : 18-21 tahun
Pendapat lain dari
Monks, dkk. (1999) menggolongkan ma-sa remaja sebagai berikut:
- masa pra-puber (anak
akhir) : 10-12 tahun
- masa puber (remaja
awal) :
12-15 tahun
- masa remaja : 15-18 tahun
- masa remaja
akhir : 18-21 tahun
Adapun Hurlock (1991) memiliki
pendapat yang sedikit berbeda, yaitu bahwa masa remaja awal berlangsung dari
13-16 dan masa remaja akhir berlangsung dari 16-18 tahun. Mereka yang telah
memasuki usia 18 tahun ke atas (18-40 tahun) dikelompokkan sebagai masa dewasa
dini.
Dari beberapa pendapat di atas dan
melihat fakta yang ada di masyarakat Indonesia, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa masa remaja berlangsung pada usia sekitar 12-21 tahun.
C. PERKEMBANGAN FISIK
DAN SEKSUAL REMAJA
Memasuki masa puber individu
mengalami percepatan per-tumbuhan fisik yang luar biasa. Dan proses pertumbuhan
fisik ini berlangsung secara tidak bersama-sama, artinya pada bagian-bagian
tubuh tertentu mengalami percepatan lebih dahulu dibanding bagian tubuh yang
lainnya. Akibatnya, bentuk tubuh individu menjadi tidak proporsional (Mussen,
et.al., 1989; Hurlock, 1990; Sulaeman, 1995; Monks, dkk., 1999). Kondisi ini
menyebabkan individu harus menyesuaikan diri dengan kondisi fisiknya yang baru,
dan bagi mereka hal tersebut bukan sesuatu yang mudah. Ketika mereka masih dibebani
tugas untuk mengadakan penyesuaian dengan kondisi fisiknya yang baru, proses
kematangan seksual mulai berlangsung, dengan segala efek yang mengikutinya.
Dalam situasi seperti ini penerimaan (acceptance) dan pengertian
(understanding) dari lingkungan terdekat (keluarga) sangatlah didambakan.
D. PERKEMBANGAN SOSIAL
REMAJA
Perkembangan fisik dan kematangan
seksual remaja mengakibatkan perubahan dalam perkembangan sosialnya (Monks,
dkk., 1999). Remaja mulai memperhatikan personal appearance (penampilan diri)
(Sulaeman, 1995), dan mengarahkan aktivitas sosialnya ke arah teman-teman
sebaya, meskipun ikatan dengan orangtua tetap tidak dilepas 100% (Monks, dkk.,
1999). Dalam situasi seperti ini konformitas kepada teman-teman sebaya sangat
mudah terjadi, terutama bila mereka merasa tidak at home di rumah, sehingga
apapun yang diperintahkan oleh kelompok (peer-group) akan dituruti dan diikuti
tanpa "reserve", bahkan melupakan komitmen dengan keluarganya.
E. PERKEMBANGAN EMOSI
REMAJA
Stanley Hall (dalam Mussen, et. al.,
1989; Hurlock, 1991; dan Monks, dkk., 1999) menyatakan bahwa individu di usia
remaja berada dalam periode storm and stress (badai dan tekanan) dan sedang
mengalami hightened emotionality (kepekaan emosi yang meningkat), sehingga
emosi individu di masa remaja cenderung unstabil (labil) dan sangat sensitif.
Selain itu pola-pola emosi yang dialami remaja lebih banyak mengarah ke emosi
tidak menyenangkan (negatif), seperti: marah, jengkel, frustrasi, takut,
cemburu, iri, duka cita, dsb. Sedangkan pola-pola emosi menyenangkan (positif),
seperti: afeksi, love, dan happiness relatif kurang begitu dirasakan. Padahal,
idealnya antara emosi menyenangkan dan tidak menyenangkan harus lebih
didominasi oleh emosi menyenangkan, agar remaja mudah mengadakan penyesuaian
dengan dirinya sendiri, dan pada gilirannya akan mampu mencapai kematangan
emosi.
F. TUGAS-TUGAS
PERKEMBANGAN REMAJA
Dalam setiap fase perkembangan,
individu mempunyai tugas-tugas perkembangan (developmental tasks) yang harus
dilaksanakan (Havighurst, dalam Hurlock,1990; Sulaeman, 1995; dan Monks, dkk.,
1999). Tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada suatu periode tertentu
dari kehidupan individu yang harus dikuasai agar memperoleh social acceptance
(penerimaan sosial). Pada masa remaja, beberapa tugas perkembangan yang harus
dilaksanakan, adalah sebagai berikut (Havighurst, dalam Hurlock, 1990; dan
Sulaeman, 1995):
1. Menerima kondisi
fisik dan mampu memanfaatkannya seefektif mungkin.
2. Mencapai hubungan
sosial yang lebih matang dengan teman-teman sebaya, baik yang sejenis maupun
lain jenis.
3.
Mampu menjalankan peran-peran sosial sesuai jenis kelaminnya.
4. Mencapai kebebasan
emosional dari orangtua dan orang dewasa lain.
5.
Mempersiapkan karier ekonomi.
6.
Mempersiapkan perkawinan dan berkeluarga.
7.
Mengembangkan kecakapan intelktual untuk kepentingan hidup bermasyarakat.
8.
Memperoleh perangkat nilai dan sistem etika tertentu sebagai pedoman di dalam
berperilaku.
Untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan
tersebut anak membutuhkan bantuan dari lingkungan, sehingga peran dari
masyarakat dewasa, khususnya yang terdekat dengan anak (orangtua) sangatlah
diharapkan. Anak yang mampu melaksanakan tugas-tugas perkembangannya dengan
baik, akan dapat mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimiliki secara
optimal.
G.
BERKOMUNIKASI DENGAN REMAJA
Berkomunikasi merupakan salah satu
aktivitas utama yang harus dilakukan individu agar dapat memenuhi fungsinya sebagai
mahluk sosial. Komunikasi yang baik adalah kemampuan untuk mengatakan sesuatu
secara tepat, pada waktu, tempat dan pada subjek yang tepat (Mussen, et.al.,
1984). Lalu, bagaimana berkomunikasi dengan anak remaja secara baik?
Dalam berkomunikasi dengan remaja,
faktor pemahaman, pengakuan, dan penerimaan sangatlah penting, seperti pendapat
Gordon (1987) yang menyatakan bahwa memahami, mengakui dan menerima anak
sebagaimana adanya, adalah faktor penting dalam menjalin komunikasi dengan
mereka. Dengan adanya pemahaman, pengakuan dan penerimaan, seorang anak dapat
tumbuh, berkembang, dan membuat perubahan-perubahan yang progresif, serta
belajar memecahkan masalah. Selain itu, secara psikologis anak juga akan
semakin sehat, produktif, kreatif dan mampu mengaktualkan potensi yang
dimiliki.
Namun, kebanyakan para orangtua
ketika berkomunikasi dengan anak justru cenderung lebih sering menggunakan
"bahasa penolakan (memberi penilaian, mengkritik, memberi peringatan, dan
perintah). "Pesan-pesan" ini akan mengisyaratkan bahwa anak tidak
dipahami, diakui dan diterima sebagaimana adanya.
"Bahasa penolakan" akan
mengakibatkan anak bersikap tertutup terhadap orangtua, dan dapat menyebabkan
munculnya gap communication, yang pada gilirannya akan memunculkan remaja-remaja
yang broken home dan menjadi trouble maker di lingkungannya
H.
PENUTUP
Agar dapat mengadakan pendekatan dan
pendidikan yang pas pada remaja dibutuhkan kemampuan untuk dapat memahami
tentang siapa dan bagaimana remaja itu. Adapun cara-cara yang dapat ditempuh
oleh orangtua/pendidik adalah dengan mengetahui prinsip-prinsip perkembangan,
perkembangan psikologis, dan tugas-tugas
perkembangan remaja. Dari pengetahuan ini diharapkan orangtua/pendidik dapat
membantu mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki remaja, agar dapat
teraktualisasi secara optimal, serta menghindarkan mereka dari
perilaku-perilaku distruktif yang akan merugikan semua pihak
DAFTAR
PUSTAKA
Hurlock,
E.B. 1991. Child Development. 6th. Ed. (Alih Bahasa oleh Tjandrasa, M; dan Zarkasih, M.).
Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama
-----------. 1990. Developmental
Psychology. A Life-Span Approach. Fifth
Edition (Terjemahan oleh Istiwidayanti, dkk.) Jakarta: Penerbit Erlangga.
M"nks, F.J.; Knoers, A.M.P.; dan
Haditono, S.R. 1999. Psikologi
Perkembangan. Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Mussen, P.H.; Conger, J.J.; Kagan, J.; and
Huston, A.C., 1989. Child Development And Personality. New York: Harper &
Row Publishers Inc.
Sulaeman, D. 1995. Psikologi Remaja.
Dimensi-dimensi perkembangan. Bandung: Mandar maju.
Diposkan oleh Soleh Amini Yahman, M.si. PSi di
05.50
Label: psikologi Remaja
SUMBER: http://solehamini.blogspot.com/2013/06/memahami-dinamika-psikologi-remaja-drs.html?showComment=1439878171372#c7765500152768295239
Tipstrik,advertising,religi,download,biografi,soekarnois,pucangsewu,trik internet,pucang sewu blogspot,biografi tokoh terkenal
Tipstrik,advertising,religi,download,biografi,soekarnois,pucangsewu,trik internet,pucang sewu blogspot,biografi tokoh terkenal
0 komentar "MEMAHAMI DINAMIKA PSIKOLOGI REMAJA", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar