Mencari hakekat kebenaran mungkin sering kita ucapkan, tapi
susah dilaksanakan. Makhluk apa itu kebenaran juga kita kadang masih nggak
ngerti. Yang pasti bahwa “benar” itu pasti “tidak salah” ;).
Pertanyaan-pertanyaan kritis kita di masa kecil, misalnya mengapa gajah berkaki
empat, mengapa burung bisa terbang, dsb kadang tidak terjawab secara baik oleh
orang tua kita. Sehingga akhirnya sering sesuatu kita anggap
sebagai yang memang sudah demikian wajarnya (taken for granted). Banyak para
ahli yang memaparkan ide tentang sudut pandang kebenaran termasuk bagaimana
membuktikannya. Saya mencoba ulas masalah hakekat kebenaran ini dari tiga sudut
pandang yaitu: kebenaran ilmiah, kebenaran non-ilmiah dan kebenaran filsafat.
Harus kita pahami lebih dahulu bahwa meskipun kebenaran
ilmiah sifatnya lebih sahih, logis, terbukti, terukur dengan parameter yang
jelas, bukan berarti bahwa kebenaran non-ilmiah atau filasat selalu salah.
Malah bisa saja kebenaran non-ilmiah dan kebenaran filsafat terbukti
lebih “benar” daripada kebenaran ilmiah yang disusun dengan logika,
penelitian dan analisa ilmu yang matang. Contoh menarik adalah kasus
patung Kouros yang telah diteliti dan dibuktikan keasliannya oleh puluhan pakar
selama lebih dari 1,5 tahun di tahun 1983, bahkan juga dianalisa dengan
berbagai alat canggih seperti mikroskop elektron, mass spectrometry, x-ray
diffraction, dsb. Namun beberapa pakar lain (George Despinis, Angelos
Delivorrias) menggunakan pendekatan intuitif sebagai ahli geologi dan
mengatakan bahwa patung tersebut palsu (terlalu fresh, seolah tidak pernah
terkubur, kelihatan janggal). Akhirnya patung itu dibeli dengan harga tinggi
oleh museum J. Paul Getty di California dengan asumsi kebenaran ilmiah lebih
bisa dipertanggungjawabkan. Kenyataan kemudian membuktikan bahwa semua dokumen
tentang surat tersebut palsu, dan patung itu dipahat disebuah bengkel tempa di
Roma tahun 1980. Cerita ini menjadi pengantar buku bestseller berjudul Blink
karya Malcolm Gladwell.
KEBENARAN ILMIAH
Kebenaran yang diperoleh secara
mendalam berdasarkan proses penelitian dan penalaran logika ilmiah. Kebenaran
ilmiah ini dapat ditemukan dan diuji dengan pendekatan pragmatis, koresponden,
koheren.
- Kebenaran Pragmatis: Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila memiliki kegunaan/manfaat praktis dan bersifat fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, Yadi mau bekerja di sebuah perusahaan minyak karena diberi gaji tinggi. Yadi bersifat pragmatis, artinya mau bekerja di perusahaan tersebut karena ada manfaatnya bagi dirinya, yaitu mendapatkan gaji tinggi.
- Kebenaran Koresponden: Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila materi pengetahuan yang terkandung didalamnya berhubungan atau memiliki korespondensi dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Teori koresponden menggunakan logika induktif, artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Dengan kata lain kesimpulan akhir ditarik karena ada fakta-fakta mendukung yang telah diteliti dan dianalisa sebelumnya. Contohnya, Jurusan teknik elektro, teknik mesin, dan teknik sipil Undip ada di Tembalang. Jadi Fakultas Teknik Undip ada di Tembalang.
- Kebenaran Koheren: Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila konsisten dan memiliki koherensi dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Teori koheren menggunakan logika deduktif, artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal umum ke khusus. Contohnya, seluruh mahasiswa Undip harus mengikuti kegiatan Ospek. Luri adalah mahasiswa Undip, jadi harus mengikuti kegiatan Ospek.
KEBENARAN NON-ILMIAH
Berbeda dengan kebenaran ilmiah yang
diperoleh berdasarkan penalaran logika ilmiah, ada juga kebenaran karena
faktor-faktor non-ilmiah. Beberapa diantaranya adalah:
- Kebenaran Karena Kebetulan: Kebenaran yang didapat dari kebetulan dan tidak ditemukan secara ilmiah. Tidak dapat diandalkan karena kadang kita sering tertipu dengan kebetulan yang tidak bisa dibuktikan. Namun satu atau dua kebetulan bisa juga menjadi perantara kebenaran ilmiah, misalnya penemuan kristal Urease oleh Dr. J.S. Summers.
- Kebenaran Karena Akal Sehat (Common Sense): Akal sehat adalah serangkaian konsep yang dipercayai dapat memecahkan masalah secara praktis. Kepercayaan bahwa hukuman fisik merupakan alat utama untuk pendidikan adalah termasuk kebenaran akal sehat ini. Penelitian psikologi kemudian membuktikan hal itu tidak benar.Â
- Kebenaran Agama dan Wahyu: Kebenaran mutlak dan asasi dari Allah dan Rasulnya. Beberapa hal masih bisa dinalar dengan panca indra manusia, tapi sebagian hal lain tidak.
- Kebenaran Intuitif: Kebenaran yang didapat dari proses luar sadar tanpa menggunakan penalaran dan proses berpikir. Kebenaran intuitif sukar dipercaya dan tidak bisa dibuktikan, hanya sering dimiliki oleh orang yang berpengalaman lama dan mendarah daging di suatu bidang. Contohnya adalah kasus patung Kouros dan museum Getty diatas.
- Kebenaran Karena Trial dan Error: Kebenaran yang diperoleh karena mengulang-ulang pekerjaan, baik metode, teknik, materi dan paramater-parameter sampai akhirnya menemukan sesuatu. Memerlukan waktu lama dan biaya tinggi.
- Kebenaran Spekulasi: Kebenaran karena adanya pertimbangan meskipun kurang dipikirkan secara matang. Dikerjakan dengan penuh resiko, relatif lebih cepat dan biaya lebih rendah daripada trial-error.
- Kebenaran Karena Kewibawaan: Kebenaran yang diterima karena pengaruh kewibawaan seseorang. Seorang tersebut bisa ilmuwan, pakar atau ahli yang memiliki kompetensi dan otoritas dalam suatu bidang ilmu. Kadang kebenaran yang keluar darinya diterima begitu saja tanpa perlu diuji. Kebenaran ini bisa benar tapi juga bisa salah karena tanpa prosedur ilmiah.
KEBENARAN FILSAFAT
Kebenaran yang diperoleh dengan cara
merenungkan atau memikirkan sesuatu sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, baik
sesuatu itu ada atau mungkin ada. Kebenaran filsafat ini memiliki proses penemuan
dan pengujian kebenaran yang unik dan dibagi dalam beberapa kelompok (madzab).
Bagi yang tidak terbiasa (termasuk saya ;)) mungkin terminologi yang digunakan
cukup membingungkan. Juga banyak yang oportunis alias menganut madzab dualisme
kelompok, misal mengakui kebenaran realisme dan naturalisme sekaligus.
- Realisme: Mempercayai sesuatu yang ada di dalam dirinya sendiri dan sesuatu yang pada hakekatnya tidak terpengaruh oleh seseorang.
- Naturalisme: Sesuatu yang bersifat alami memiliki makna, yaitu bukti berlakunya hukum alam dan terjadi menurut kodratnya sendiri.
- Positivisme: Menolak segala sesuatu yang di luar fakta, dan menerima sesuatu yang dapat ditangkap oleh pancaindra. Tolok ukurnya adalah nyata, bermanfaat, pasti, tepat dan memiliki keseimbangan logika.
- Materialisme Dialektik: Orientasi berpikir adalah materi, karena materi merupakan satu-satunya hal yang nyata, yang terdalam dan berada diatas kekuatannya sendiri. Filosofi resmi dari ajaran komunisme.
- Idealisme: Idealisme menjelaskan semua obyek dalam alam dan pengalaman sebagai pernyataan pikiran.
- Pragmatisme: Hidup manusia adalah perjuangan hidup terus menerus, yang sarat dengan konsekuensi praktis. Orientasi berpikir adalah sifat praktis, karena praktis berhubungan erat dengan makna dan kebenaran.
REFERENSI
- Moh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Agustus 2003.
- Sulistyo-Basuki, Metode Penelitian, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, April 2006.
- Logika, http://id.wikipedia.org/wiki/Logika
- Penalaran, http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran
Sumber:http://romisatriawahono.net/2007/02/20/hakekat-kebenaran/
0 komentar "Hakekat Kebenaran", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar